Aturan Baru Tokopedia Mirip WhatsApp, Benarkah Melanggar Hukum di Indonesia?
Tokopedia baru saja mengeluarkan kebijakan baru. Beberapa poin dari kebijakan itu menimbulkan banyak pertanyaan, terlebih terkait sharing...

Tokopedia baru saja mengeluarkan kebijakan baru. Beberapa
poin dari kebijakan itu menimbulkan banyak pertanyaan, terlebih terkait sharing data penggunanya . Aturan privasi baru ini mirip dengan kontroversi
WhatsApp.
Kendati demikian, pakar keamanan siber, Pratama Persadha, melihat poin-poin
yang disampaikan Tokopedia dalam aturan barunya merupakan hal yang biasa. Ini
juga dilakukan platform digital lainnya.
Menurut Pratama, Tokopedia merasa berkepentingan dan bertanggung-jawab untuk
lebih mendetailkan penggunaan data penggunanya. Terlebih e-commerce ini sempat menjadi sasaran pencurian 91
juta lebih data penggunanya.
"Memang poin-poin tersebut umumnya menjelaskan bahwa Tokopedia dalam
membangun sistem ini tidak bisa sendirian. Misalnya, untuk pembayaran,
Tokopedia kerja sama dengan platform lain,
seperti OVO dan perbankan," jelas Pratama.
Selain itu, lanjut Pratama, Tokopedia juga bekerja sama dengan pihak ekspedisi
seperti JNE, J&T, dan lainnya. Dengan begitu, konsekuensinya jelas, bahwa
kerja sama ini membutuhkan dan mewajibkan sharing data
untuk berlangsungnya proses dalam sistem jual beli di Tokopedia.
Namun di dalam kebijakan itu juga ada poin tentang riset yang mungkin tergolong
sebagai aturan yang cukup karet. Menurut Pratama, bisa jadi aturan ini sebagai
riset untuk Tokopedia saja, atau bisa jadi juga diambil oleh pihak ketiga
lainnya dengan berbagai tujuan.
"Hal yang sebenarnya di Indonesia lumrah apalagi belum ada UU Perlindungan
Data Pribadi," imbuhnya.
Secara umum Pratama, menegaskan, regulasi baru Tokopedia tidak ada yang
melanggar UU. Apalagi sampai sekarang belum ada UU Perlindungan Data Pribadi.
Alasan Tokopedia membangun data ke para digital marketer,
dinilai agar bisa beriklan baik lewat Facebook, Instagram, Google, maupun lewat
sistem Tokopedia sendiri.
"Memang aturan saat ini masih sangat longgar. Karena belum ada UU PDP.
Namun secara umum tidak ada poin berbahaya," klaiam Pratama.
Tetapi dia kembali mengingatkan, data interest Tokopedia bisa juga digunakan
selain sebagai iklan barang dan jasa, juga ada kemungkinan digunakan sebagai
iklan politik. Sebaiknya poin ini ditambahkan bahwa data riset Tokopedia tidak
digunakan sebagai iklan politik oleh pihak manapun. Sebab, data riset serupa di
Eropa agak sensitif, terutama pascaterkuaknya kasus Cambridge Analytica.
"Kasus itu menggunakan data Facebook untuk pemenangan Donald Trump, dan Brexit di Inggris. Pada akhirnya dinyatakan bersalah melanggar GDPR (General Data Protection Regulation)," pungkasnya.
Sumber: Sindonews