Pemerintah Diminta Konsisten Pantau Keamanan Aplikasi Kesehatan
Pemerintah diminta untuk terus memantau keamanan aplikasi kesehatan dari perusahaan rintisan (startup) berbasis aplikasi kesehatan alias hea...

Pemerintah diminta untuk terus memantau keamanan aplikasi
kesehatan dari perusahaan rintisan (startup) berbasis aplikasi kesehatan
alias healthtech. Terutama saat momentum hari raya yang diperkirakan
terjadi peningkatan serangan siber.
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama
Persadha mengatakan Idulfitri 1442 H dan kenaikan Isa Almasih yang dirayakan
pada Kamis, 13 Mei 2021 bertepatan dengan libur panjang yang memberikan
kelonggaran pada tingkat waspada masyarakat terhadap data pribadinya.
“Sangat urgen memantau aplikasi healthtech, karena
mencangkup data masyarakat Indonesia juga resiko kebocoran sudah pasti ada, dan
tidak ada sistem yang aman dari peretasan,” ujarnya, Jumat (14/5/2021).
Menurutnya, pengguna aplikasi healthtech diprediksi
membludak lantaran masyarakat akan aktif memantau kesehatan mereka agar bisa
maksimal memanfaatkan libur panjang. Untuk itu dia berharap pemerintah dapat
memonitoring keamanan aplikasi sebagai perhatian serius.
“Karena datanya yang disimpan dan dikelola akan sangat
banyak. Bahkan, dalam beberapa tahun akan ada ratusan juta data masuk bila
memang aplikasi healthtech yang juga menjadi pendata distribusi
vaksinasi nantinya,” katanya.
Selain keamanan, dia mengatakan faktor kesiapan
infrastrukturnya harus diperhatikan. Bila menjadi backbone pendataan
vaksin Covid-19, aplikasi ini juga harus mempunyai kemampuan untuk menerima
data dan aktivitas dalam jumlah banyak.
“Jangan sampai aplikasi down dengan alasan banyak
kegiatan di sistem aplikasi tersebut, kesiapan ini jangan sampai dilupakan,”
katanya.
Menurutnya sampai saat ini, sektor yang rentan terkena
serangan siber salah satunya yaitu sektor Infrastruktur kritis yang tetap
menjadi incaran, terutama sektor kesehatan dan farmasi.
“Di sana ada data pasien, data riset dan paling penting data
pemakaian vaksin. Karena itu harus disadari ada aktor serangan siber yang
didukung oleh negara-negara lain maupun perusahaan multinasional dalam perang
data ini,” katanya.
Dia melanjutkan, pemerintah melalui kominfo juga wajib
melakukan pengujian sistem atau Penetration Test (Pentest) minimal satu bulan
sekali kepada seluruh sistem aplikasi terkoneksi baik swasta maupun lembaga
Tanah Air.
“Ini adalah prinsip keamanan siber dan langkah preventif
sehingga dari awal dapat ditemukan kelemahan yang harus diperbaiki segera,”
katanya.
Tidak hanya itu, dia juga menganjurkan agar startup siap
untuk meningkatkan anggaran keamanannya.
“Jika berbicara anggaran maka kita bisa melihat data dari
Microsoft mengenai banyaknya perusahaan besar yang menaikkan anggaran keamanan
siber. Hampir 800 perusahaan di negara-negara maju 58 persen telah meningkatkan
bujet keamanannya. 82 persen perusahaan berencana untuk menambah staf
keamanannya, dan 81 persen responden merasa tertekan untuk menurunkan biaya
keamanan pada perusahaan,” katanya
Ketua Asosiasi Healthtech Indonesia, Gregorius Bimantoro pun
mengatakan isu dan diskusi mengenai keamanan siber memang terus digalakkan di
tingkat asosiasi dan pemerintah.
“Pembahasan ini [keamanan siber] dari asosiasi dengan BSSN
dan Kominfo juga rutin diadakan. Edukasi mengenai literasi kesehatan digital
menjadi strategi terpenting menurut kami,” katanya.
Sumber : www.bisnis.com